Tanggal terbit : 29 Maret 2009
Di sebuah film Amerika Serikat tahun 2008 berjudul Swing Vote (click here and here for our review), diceritakan dua kandidat presiden memiliki suara yang persis sama.
Setelah dihitung ulang, ada 1 orang yang pada saat memilih, mesinnya (sudah pakai mesin untuk memilih) mati, sehingga suaranya dianggap belum selesai, dan boleh mengulang.
Begitu tahu suara satu orang ini akan menentukan siapa presiden, maka kedua kandidat berebut perhatian dari orang ini. Orang ini pun merasa istimewa, namun (namanya film) pada akhirnya dia tersadar bahwa pilihannya akan menentukan bukan hanya nasibnya, tapi nasib dari jutaan orang.
Memang kelihatannya bombastis, tapi konsep demokrasi (kerakyatan) memang mendasarkan keputusan pada pengumpulan keputusan dari tiap-tiap pendapat individu. Sebenarnya konsep ini sudah berlaku juga di kehidupan sehari-hari. Saat kita membeli lagu, kita menyumbang sekian ribu rupiah kepada penciptanya. Pecipta lagu yang terkenal memang akan mampu mengumpulkan jutaan bahkan miliaran rupiah dari setiap pembelinya.
Tidak seperti proses pemilihan idola di Indonesia dimana seseorang jumlah suaranya ditentukan kekuatan pulsa (untuk kirim SMS), di pemilu, satu orang satu suara. Tidak perduli umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, kekayaan, suku, dan agama. Cara ini, suka tidak suka, dianggap paling adil.
Saat ini kita tengah akan melaksanakan juga pemilihan umum yang akan menentukan nasib dari lebih 200 juta rakyat Indonesia untuk limat tahun ke depan. Tentu memang sulit untuk menentukan pilihan, apalagi yang terpampang hanya foto dan slogan saja. Akan tetapi seberapa minim informasi yang kita miliki, harus kita sadari, satu suara kita itu akan tetap berarti.
Dan yang namanya hak atau wewenang sebenarnya akan mengandung kewajiban dan tanggung jawab. Hak suara yang dipercayakan kepada kita, juga membawa tanggung jawab untuk digunakan dengan bijak. Di tengah informasi yang minim, kita tetap harus mendasarkan pilihan kita dengan penuh tanggung jawab.
Jika kita lihat ke belakang, dalam 4 presiden terakhir, semua dari partai yang berbeda. Apakah hasilnya sama? Saya rasa tidak. Ada hal yang baik dan buruk dari setiap periode. Karenanya, jangan sampai berpikiran bahwa apa pun pilihan kita tidak ada impaknya.
Sama seperti memilih produk di supermarket, kita tidak sekedar asal memilih. Mungkin kita tertarik karena melihat iklan, mungkin kita tertarik karena melihat kemasan, mungkin kita tertarik karena mendengar omongan orang.
Tapi ada alasan yang akhirnya mendasari tindakan kita. Jadi apapun pilihan Anda, untuk memilih (atau tidak memilih), lakukan dengan penuh tanggung jawab, karena itu akan menentukan nasib bangsa kita. Satu menit untuk lima tahun 🙂