Our Writing

[warta 91] Winner or Loser?

Tanggal terbit :15 Januari 2012

Dalam hidup, terutama di jaman penuh informasi ini, kita selalu di-doktrin untuk menjadi pemenang (winner) dalam hidup ini. Jangan jadi seorang pecundang (loser), katanya.

Jika dipikir lebih jauh, apa sih definisi pemenang dan pecundang dalam hidup? Apakah jika kita punya pekerjaan jadi karyawan ‘biasa-biasa’ saja selama puluhan tahun tanpa pernah jadi manager, apalagi jadi pengusaha, dianggap pecundang?

Apakah kalau tidak memiliki motivasi untuk lebih kaya dan lebih terkenal dianggap pecundang?

Apakah kalau kita buang buang waktu untuk nonton tv, baca komik, main game, dianggap pecundang?

Apakah ratu sejagat, pengusaha terkaya, juara renang olimpiade adalah pemenang dalam hidup ini?

Apa dong parameternya? Uang? Jabatan? Popularitas? Keluarga harmonis? Terus siapa yang berhak menentukan?

Marilah kita coba renungkan dari dua kenyataan absolut. Kenyataan pertama : tiap manusia itu unik dari sisi bakat, karakter, dan lain hal. Artinya tidaklah mungkin membuat ‘perlombaan’ yang menentukan manusia satu lebih ‘kalah’ dibanding manusia lain. Lionel Messi yang dinobatkan pesepakbola terbaik di dunia, mungkin akan jadi pecundang saat main video game bola lawan saya.

Kenyataan kedua : apa pun ras-nya, agama-nya, IQ-nya, bakatnya, tiap orang hanya punya 24 jam sehari. Jika kenyataan ini digabungkan dengan kenyataan pertama, artinya : yang bisa dilakukan oleh kita hanyalah menggunakan waktu itu untuk sesuatu yang sesuai dengan masing-masing orang.

John Lennon pernah menyatakan ‘Waktu itu tidak pernah dikatakan ‘terbuang’ selama kita menikmatinya.” Menurut saya itu langsung meniadakan definisi pemenang dan pecundang dalam hidup. Sekarang di dunia kerja, saya menemukan makin banyak yang ‘menolak’ naik jabatan lebih tinggi hanya karena lebih menikmati jadi teknisi, atau takut tidak punya waktu untuk anak, jarak kantor jadi jauh, atau malas kalau tingkat stress meningkat. Menurut saya, mereka bukanlah pecundang. Mereka tahu persis apa yang membuat mereka bahagia dan nikmati.

Selama kita menikmati waktu yang kita habiskan, maka otomatis akan timbul kecintaan dan motivasi, tanpa perlu ditakut-takuti dengan cap pecundang. Bahkan di olahraga yang terukur pun, definisi pemenang hidup bukanlah diukur dari jumlah juara. Dari ratusan klub sepakbola di Inggris, mungkin yang pernah jadi juara liga premier-nya hanya di bawah 50. Apakah yang tidak pernah juara lantas jadi pecundang?

Jadi, tidak perlu kita mendengarkan para motivator yang mencoba mengajarkan kita untuk jadi pemenang. Selama kita bisa menikmati dan menghargai sebanyak mungkin momen hidup kita, kita tidak perlu perduli apakah kita ini pemenang atau pecundang. (im)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Powered by: Wordpress