Setelah ikut beberapa kali event 10km (lihat post ini) dan lama-lama porsi lari rutin juga selalu mendekati 10KM, akhirnya memberanikan diri menargetkan lari 20KM.
Dan walaupun senang bisa finish, tapi overall ini event yang mengecewakan dari sisi penyelenggaraan. Let’s see why.
Persiapan
Secara fisik, amat sadar kalau 20KM itu different level, dan butuh komitmen latihan. Dan event lari itu cocok banget utk motivasi semangat latihan, makanya Standard Chartered Half Marathon (SCHM) ini dijadikan target. Satu-satunya half marathon yang diadakan di Serpong tahun 2014 ini.
Target minimum sebenarnya simple, finish sebelum waktu cut off (3 jam). Harusnya do-able mengingat waktu 10K latihan saja sudah bisa konstan di 70-80 menit.
Mulailah latihan dengan menambah jarak lari setiap sesi-nya. Kerjaan jelas membuat banyak bolong-bolong jadwal latihan, tapi beruntung 2 minggu sebelum hari H, ada biz trip ke Australia seminggu, dimana pagi bisa komit untuk selalu lari.
Akhirnya dapat juga 21 KM walau dengan beberapa kali berhenti dengan waktu 2 jam 37 menit. Sadar banget bahwa waktu ini bakal drop di cuaca tropis. Namun mengingat pas event biasanya lebih all out, target di-adjust sedikit menjadi 2 jam 30 menit.
PRE-EVENT
Ini yang mengecewakan, bahkan kalau dipikir-pikir sejak awal.
- Pas daftar, prosesnya cukup ribet. Harus beli BIB dulu ke SukaOutdoor, dan BIB dikirim ke rumah. Sementara race pack harus ambil. Bukannya lebih enak jadi satu (entah dikirim atau diambil). Tapi yah sudahlah. Yang penting bisa daftar dan pengantaran lancar.
- Pas daftar, tidak diberikan pilihan ukuran baju. Langsung deh turunkan ekspektasi, tidak akan dapat kaos ukuran yang diinginkan, karena akan ambil race pack di hari terakhir. Dan ini akhirnya memang kejadian. Sebelum ini, hanya sekali saya race tidak mengenakan kaos race, yaitu Pocari Sweat Run, karena telat daftar. Untuk sekelas SCHM, susah dipahami, kenapa tidak bisa mengelola pendaftaran ini dengan lebih baik.
- Menjelang race pack collection, juga sempat bingung karena menurut email, race pack collection ada di Menara SCB, sedangkan di website disebutkan hari ketiga ada di Hotel Santika BSD. Iseng email sesuai yang tertera di website, dan tidak ada yang balas.
- O ya.. Tidak ada website resmi. Ada info di JFS (Jakarta Free Spirit), info di Facebook SCHM 2014, info di website Standard Chartered. Rute tidak tersedia juga dengan jelas hingga hari race pack collection. Lagi-lagi, bukan hal esensial, namun untuk kelas SCHM, ini mengecewakan.
- Saat race pack collection, selain dari kaos yang dapat M (katanya ‘besar koq!’), booklet juga mengecewakan, susah dibaca rutenya (padahal paham banget jalan-jalan BSD). Lagi-lagi, lagi-lagi, bukan hal esensial lah. O ya, harus fair juga memuji bahwa SCHM menempatkan lokasi di Hotel Santika BSD, ini patut dicontoh yang lain, selain di Jakarta, sebaiknya juga buka lokasi race pack collection di dekat tempat race (kalau jauh dari Jakarta).
EVENT – 23 Nov 2014
Lihat ramalan cuaca, bakal terik, jadi bawa topi (pertama kalinya, bahkan latihan pun tidak pernah), dan ini keputusan bagus.
Singkat kata, saya finish dengan waktu : 2:50:29, menempati urutan 606 dari 1057 peserta. Kalau kategorinya disempitkan jadi Male-40, urutan 188 dari 294 peserta.
Oke, sekarang mari kita mulai drama-nya.
Acara mulai jam 5.30, agak kesiangan menurut saya. Di bulan November, matahari terbit lebih pagi. Jam 6.30, sinarnya sudah akan mulai membakar. Venue di Green Office BSD bagus, dan simple.
Namun ini kritik dan keluhan tentang event.
- Lokasi masuk ke lokasi untuk parkir (dari jalan raya) tidak ada petunjuk jelas. Hanya petugas yang juga kurang jelas memberikan aba-aba. Saya sudah berkali-kali ke sana, dan terlewat, harus putar balik.
- Tidak ada marker jarak. Yang tidak bawa tracker (jam/HP), ya hanya bisa kira-kira. Ada yang bilang, sebenarnya ada, tapi saya ngga lihat sama sekali.
- Marker jarak untuk water station salah. Atau mungkin kebiasaan pakai ukuran Inggris? Disebutkan 300m tapi kayaknya lewat banyak deh.
- Di water station pertama sudah terjadi kekacauan, karena gelas belum diisi! Jadi pelari harus menunggu petugas menuangkan air. Banyak ga sabar, jadi ambil botolnya.
- Cuma tiga water station yang kebagian air. Water station sejak KM 12/13 tidak ada air lagi. Dan kalau melihat posting dari pelari yang mengalami kejadian ini (dg catatan waktu tercepat), maka ada 630 peserta 21 KM yang lari hampir 10 KM terakhir di tengah terik matahari, tanpa air. Yeah, that bad.
- Apa yang terjadi dengan tubuh tanpa air, padahal terus keluar air? Ya bayangin aja mobil kurang air. Tubuh kita secara otomatis akan shutdown kalau dirasa sudah membahayakan. Saya beruntung sudah terbiasa lari 10KM tanpa hidrasi, jadi di 4 KM terakhir, bisa lari-berhenti-lari-berhenti dan menyusul banyak rekan yang hanya bisa jalan.
- Tiba di finish. Tidak ada air juga. Panitia mungkin bisa beralasan kalau di water station, air kurang karena pelari banyak nyolong botol. Tapi di finish line? Sesusah apa menghitung jumlah peserta, siapkan botol sejumlah itu, dan jaga peserta ambil 1 botol.
- Nanya ke tenda JFS dan tanya “Are you the organiser?”, ya para expat itu hanya bilang bahwa mereka terlibat saja, panitia ada di tenda VIP. Jalan ke sana, dan harus marah (ya.. marah.. hal yang jarang saya lakukan), baru panitia tergopoh gopoh membeli Pulpy Orange dan dua botol air mineral kecil.
Honestly, I have a very high tolerant threshold toward things. Tapi untuk kali ini, saya anggap KETERLALUAN. Point 1-4 di atas, oke-lah kalau dianggap berlebihan untuk di-komplain. Tapi untuk air, itu sudah membahayakan nyawa orang. Belum percaya? Satu orang koma (dan hingga tulisan ini, 16 hari kemudian, masih koma), dan dua orang lain dirawat di rumah sakit yang sama karena dehidrasi. Dan entah berapa orang yang jatuh sakit akibat dehidrasi, sehingga besoknya tidak bisa kerja.
Lima hal yang membuat lebih jengkel :
(a) peserta sign waiver yang intinya menyatakan kalau ada apa apa ya salah peserta,
(b) event ini disertifikasi PASI.
(c) sambutan panitia, entah siapa-lupa, topiknya tentang safety
(d) permintaan maaf standard, sorry, next time better,
(e) komunitas cenderung permisif, senada dengan panitia, diambil hikmahnya saja, peserta harus persiapan, peserta harus bawa air sendiri, peserta jangan teruskan kalau nggak kuat, mari berdoa kesembuhan, bla bla
Bayangkan kalau industri penerbangan seperti ini. Penumpang tanda tangan ga bisa nuntut, lembaga berwenang main loloskan sertifikasi, komunitas juga membiarkan, penumpang harus bawa parasut sendiri. Adam Air akan masih beroperasi, dan setiap ada yang jatuh, public relation akan maju dan berkata, maaf, kami akan perbaiki di kemudian hari.
Yang saya amat sesalkan di event, bukan kekurangan air-nya, tapi OWNERSHIP panitia akan masalah. Dari saat pelari pertama kehabisan air, hingga pelari itu finish, anggap ada waktu 40 menit. Dan kalau saat itu panitia tanggap, mereka BISA sempat menyediakan air di water station terakhir untuk, katakanlah, 100-200 pelari terakhir.
Lha wong, di lokasi finish, banyak yang jual air. Peserta saja ada yang borong minimart di pom bensin untuk bagi-bagi.
——-
Yah, ini bukan email semata-mata utk whining. Cuma catatan dan harapan agar lari bisa jadi event yang dikelola oleh yang lebih care dan serius. Masak ngga ada bedanya dengan lari sendiri atau lari dengan komunitas, dimana tiap peserta harus jaga diri sendiri, persiapan sendiri, dst. Apakah berlebihan menuntut agar event lari berbayar itu aman, nyaman, dan bisa memberi atmosfir untuk beat your personal best. Itu saja, tidak lebih. Tidak berharap ada DJ, ada musik, ada dancer, ada makanan, ada gimmicks macam-macam.
Pada akhirnya, walau kesal sesaat, capek sesaat, tetap mau coba lagi 21K. Full Marathon? Who knows?
Keep running!
[wp_ad_camp_1]